Monday, May 5, 2008

Selebritas

SEBUAH tabloid olah raga edisi Selasa, 29 April 2008, menulis salah satu judul beritanya "Ditantang Selebritas Dadakan". Tulisan itu bercerita tentang rencana pertarungan tinju antara Oscar De La Hoya dan Steve Forbes. De La Hoya bukan nama asing di ring tinju, sedangkan Forbes belum terdengar, kecuali disebutkan bahwa ia baru tampil dalam acara reality show tinju "The Contender". Penampilan itulah yang membuat Forbes disebut "selebritas dadakan".
Yang menarik, tabloid ini merupakan salah satu di antara sangat sedikit media massa yang menggunakan bentuk kata selebritas, bukan selebriti. Salah satu media yang memelopori pemakaian bentuk selebritas adalah majalah Jakarta-Jakarta, yang sayangnya sekarang sudah almarhum.
Mana yang benar, selebritas atau selebriti? Atau mungkin selebritis sebagaimana yang sering kita lihat (dengar) di sejumlah media, termasuk televisi, dan dalam percakapan sehari-hari?
Menurut pedoman penulisan unsur serapan, akhiran -ty (Inggris) atau -teit (Belanda) berubah menjadi -tas dalam bahasa Indonesia. Contohnya, university atau universiteit menjadi universitas, quality atau kwaliteit menjadi kualitas. Kita bisa menambahkan kata-kata lain seperti activity, solidarity, actuality, validity, dan morality, yang berubah menjadi aktivitas, solidaritas, aktualitas, validitas, dan moralitas. Tentu daftar ini masih bisa diperpanjang.
Dalam bahasa Inggris, kata celebrity berarti seorang yang terkenal/masyhur (lihat Kamus Inggris-Indonesia karya John M. Echols dan Hassan Shadily). Bentuk jamaknya adalah celebrities. Bentuk jamak inilah yang kerap kita temukan dipakai oleh pengguna bahasa Indonesia menjadi selebritis. Tentu saja ini bentuk yang keliru, sama kelirunya ketika kita menulis tips atau fans dalam bahasa Indonesia.
Dengan pedoman penulisan unsur serapan di atas, jelaslah bahwa kata celebrity harus berubah menjadi selebritas, bukan selebriti atau (apalagi) selebritis.
Sampai edisinya yang kedua (cetakan ke-10 tahun 1999), Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) belum memasukkan lema selebriti ataupun selebritas. KBBI kalah langkah dari Kamus Kontemporer karya Peter Salim, misalnya, yang pada cetakan tahun 1995 pun sudah memasukkan lema selebritas (bukan selebriti). Baru pada edisi ketiga, KBBI memasukkan lema selebriti (bukan selebritas), yang diberi arti orang yang terkenal atau masyhur (biasanya tentang artis).
Saya termasuk pemakai bahasa Indonesia yang kecewa karena KBBI justru mengakui bentuk selebriti, bukan selebritas. Jelas bahwa penyusun KBBI (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia) tidak konsisten terhadap pedoman yang mereka susun sendiri. Apa dasar yang digunakan KBBI? Apakah KBBI mengikuti analogi sekuriti dan komoditi? Jika demikian, KBBI keliru karena bentuk sekuriti (keamanan) bisa diterima untuk membedakannya dengan sekuritas (surat berharga) meski kedua bentuk ini berasal dari bentuk yang sama security. Adapun komoditi bukan bentuk baku seperti diakui sendiri oleh KBBI karena bentuk bakunya adalah komoditas.
Apakah karena masyarakat lebih banyak yang memakai selebriti (dan selebritis) daripada selebritas? Kabarnya, Pusat Bahasa memasukkan lema tertentu berdasarkan frekuensi pemakaiannya di masyarakat. Jika demikian, selain melanggar aturannya sendiri, KBBI kerap tidak konsisten mengenai soal ini. Satu contoh saja, KBBI terus-menerus mencantumkan kata zarafah sebagai bentuk baku, bukan jerapah. Padahal, kita yakin bahwa masyarakat seluruh Indonesia lebih akrab dengan kata jerapah, bukan zarafah.
Kalau KBBI terus-terusan tidak konsisten, benar apa kata Tendy K. Somantri, salah seorang Koordinator Forum Bahasa Media Massa Jabar, bahwa kita pemakai bahasa berkali-kali "babak belur" justru ketika mencoba mengikuti kebenaran yang ditawarkan Pusat Bahasa.***

(naskah ini dimuat di harian Pikiran Rakyat, 3 Mei 2008

No comments: