Tuesday, February 5, 2008

Kisah Aluminium Foil Seribu Rupiah

Selasa, 5 Februari, aku naik buskota AC dari terminal Leuwipanjang, pada siang yang cukup membakar aspal. Bus masih berhenti menunggu penumpang, dan aku naik dari pintu depan. Aku duduk di kursi deretan ketiga atau keempat dari depan. Aku baru duduk beberapa detik saja, seorang pengasong membagi-bagikan sesuatu, yang ternyata berupa aluminium foil dalam bungkus plastik, seukuran kira-kira 5x20 cm persegi.
Namun kursi yang kududuki terasa terlalu dekat dengan kursi di depannya sehingga kakiku tersiksa. Lutut harus beradu dengan kerasnya kursi depan. Maka aku memutuskan pindah ke kursi di deretan agak belakang. Aku tidak menyadari bahwa ketika aku pindah, si pengasong yang berjualan aluminium foil itu sedang mengambili dagangannya. Yang berniat membeli ya langsung bayar, yang tidak ya mengembalikan.
Ketika aku sudah menemukan tempat duduk yang lebih nyaman, si tukang asong itu sudah turun dari bus. Dari jendela kaca, aku celingukan mencari-cari, tapi ternyata tak kelihatan. Ah, betapa kejamnya aku, kenapa tidak turun dan mencarinya di bawah?
Di balik lembaran aluminium itu terbaca harganya: Rp 1000. Juga manfaat dan cara memakainya: aluminium ini bermanfaat untuk menambal barang yang bocor, semisal panci, talang, wajahn, dan sebangsanya. Cara memakainya sangat mudah: bersihkan dulu barang yang akan ditambal, lepaskan lapisan belakang aluminium, lalu tempelkan bagian yang ada perekatnya ke permukaan barang.
Sempat bingung juga aku. Apa nanti kutinggalkan saja di kursi bus? Kalau demikian, ada kemungkinan barang ini diambil orang lain entah siapa, dan kemungkinan besar tak akan pernah kembali ke si pengasong. Atau kubawa saja ke rumah? Toh harganya cuma seribu. Mungkin aku bisa memanfaatkannya untuk apa saja. Mungkin juga untuk semacam koleksi atau apa lah namanya.
Namun dua kemungkinan ini terasa membentur sesuatu dalam hati. Aku bukanlah orang yang terlalu peduli pada orang lain. Tapi kali itu aku sempat membayangkan: si pengasong itu mungkin membawa 20 atau 30 lembar dagangannya. Katakanlah dari satu lembarnya ia mendapat keuntungan 500 rupiah, maka kalau semua jualannya laku, ia memperoleh keuntungan 10-15 ribu rupiah. Dengan hilangnya salah satu dagangannya, ia sudah jelas rugi seribu rupiah. Aku yakin, nilai seribu ini sangat berarti baginya.
Ketika bus sudah berjalan dan kondektur mulai menariki uang dari penumpang, tiba-tiba aku punya gagasan. Saat si kondektur sampai di tempatku, dengan cepat kusodorkan aluminium foil itu.
"Kang, tolong saya titip ini buat dikembalikan lagi ke si pengasong. Tidak sempat terambil sama dia," kataku.
Kondektur itu tersenyum ramah. "Oh, iya," katanya seraya menerima barang itu dan menyimpannya di saku bajunya.
Setelah itu, dadaku benar-benar lega. Aku berdoa semoga aluminium foil itu kembali ke tangan yang berhak.

1 comment:

Unknown said...

ya.. kadang aq sering juga mendapati situasi sperti itu..dan aq tau betul rasanya tersiksa ketika harus memutuskan akan menolong atau tidak.. dan seringnya penyesalan
yang ku dapat klo sebelumnya aq gak menolong..
jual aluminium foil di mana yah??